Thursday, October 20, 2011

KEPEMANGKUAN


Sasana Pemangku

Sesuai dengan
  • Surat dinas Agama Otonom Daerah Bali, tanggal 29 Oktober 1956,
  • Keputusan Maha Sabha Parisada Hindu Dharma ke II NO: V/ Kep/ PHD/ 1968,
  • Keputusan Seminar Ke l Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek- Aspek Agama Hindu tanggal 23 s/ d 26 Februari 1975 di Amlapura tentang Kawikon
Ketiga bahan tersebut di atas mempunyai nilai yang sangat tinggi dan mudah dihayati serta patut dipedomani, karenanya sangat perlu dikukuhkan serta dijabarkan dan ditambahkan sesuai dengan keperluannya sebagai berikut :
UMUM.
  1. Pengertian Pamangku.
    Pamangku adalah rohaniawan Hindu tingkat Eka Jati yang dapat digolongkan Pinandita.
  2. Tingkatan Pamangku.
    1. Pamangku tapakan Widhi pada:
      1. Sad Kahyangan.
      2. Dang Kahyangan.
      3. Kahyangan Tiga.
      4. Paibon, Panti, Padharman, Merajan Gede dan yang sejenisnya,
    2. Pamangku Dalang.
  3. Sasana Pamangku.
    1. Gagelaran Pamangku.
      1. Gagelaran/ Agem- agem Pamangku sesuai dengan ucap rontal Kusuma Dewa, Sangkul Putih disesuaikan dengan tingkat Pura yang diamongnya.
      2. Gagelaran/ Agem- agem Pamangku Dalang sesuai dengan Dharmaning Padalangan, Panyudamalan dan Nyapu Leger.
    2. Hak Pamangku.
      1. Bebas dari ayahan desa, sesuai dengan tingkat kepemangkuannya.
      2. Dapat menerima bagian sesari aturan/ sesangi.
      3. Dapat menerima bagian hasil dari pelaba pura (bagi pura yang memiliki).
    3. Wewenang Pamangku.
      1. Nganteb upakara upacara pada kahyangan yang diemongnya.
      2. Dapat ngeloka pala seraya sampai dengan madudus alit, sesuai dengan tingkat pawintenannya dan juga atas panugrahan nabe.
      3. Waktu melaksanakan tugas agar berpakaian serba putih, dandanan rambut : wenang agotra, berambut panjang, anyondong, menutup kepala dengan destar.
      4. Bebratan pamangku.
        Menjalankan
        Yama Niyama Berata yaitu:
Panca Yama Brata
Panca Niyama Brata
1. Ahimsa
2. Brahmacari.
3. Satya
4. Awyawaharika
5. Astenya
1. Akroda.
2. Guruçusrusa.
3. Sauca.
4. Aharalagawa.
5. Apramada
      1.  
  1. KHUSUS.
    1. Bagi daerah- daerah yang menganut dresta/ sima yang bersifat khusus dapat diberikan pengecualian sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh purana atau sima setempat.
    2. Syarat-syarat pemangku, sehat lahir dan bathin, berpengetahuan, dan tidak cedangan.

Kepemangkuan
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PEMANGKU
  1. Ditetapkan berdasarkan keturunan dari Pemangku sebelumnya
  2. Melalui pemilihan
  3. Dengan cara lekesan (seperti “lotere”)
  4. Dengan cara nyanjan atau metuwun
    PENGGOLONGAN PEMANGKU MENURUT SWADARMANYA
    1. Pemangku Pura-Pura: Sad Kahyangan, Kahyangan Tiga
    2. Pemangku Pamongmong (pembantu di bidang protokoler)
    3. Pemangku Jan Banggul (pembantu di bidang pelayanan warga ketika upacara di Pura)
    4. Pemangku Cungkub (di Merajan Gede yang jumlah palinggihnya di atas 10 buah)
    5. Pemangku Nilarta (di Pura Kawitan)
    6. Pemangku Pinandita (Pemangku pembantu Pandita yang berwenang ngeloka palasraya dalam batas-batas tertentu atas tuntunan dan panugrahan Pandita)
    7. Pemangku Bujangga (di Pura Paibon)
    8. Pemangku Balian (mengobati orang sakit)
    9. Pemangku Dalang (sebagai Dalang yang mampu Nyapu legger)
    10. Pemangku Lancuban (yang bisa kerawuhan/ kodal untuk metuwun)
    11. Pemangku Tukang (yang paham ajaran Wisma Karma: undagi, sangging, tukang wadah)
    12. Pemangku Kortenu (yang bertugas di Prajapati/ Ulun Setra)
    WEWENANG PEMANGKU
    1. Membuat tirta panglukatan/ pabersihan.
    2. Nganteb banten piodalan di Pura/ Merajan yang di-emongnya sampai batas ayaban tertentu.
    3. Nganteb banten pada upacara/ yadnya tertentu di lingkungan keluarga dengan tirta pamuput dari Pandita/ Sulinggih Dwijati.
    4. Melaksanakan semua upacara jenazah sampai mapendem.
    5. Istilah yang digunakan untuk Pemangku adalah “nganteb” bukan “muput”
    6. Membantu pelaksanaan yadnya tertentu dari Pemangku suatu Pura dengan seijinnya.
    7. Menggunakan gentha.
    8. Menggunakan mantram dan mudra tertentu bila sudah mawinten dengan ayaban bebangkit serta sudah mendapat bimbingan dari Pandita.
    TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMANGKU
    1. Mengantarkan upacara yang diselenggarakan di Pura/ Merajannya.
    2. Menuntun warganya dalam pendalaman Dharma (Dharma sesana)
    3. Menjaga kebersihan dan kesucian Pura/Merajan
    PENGHARGAAN TERHADAP PEMANGKU
    1. Bebas dari ayahan Desa
    2. Menerima sesari/bagian sesari
    3. Menerima hasil pelaba Pura (bila ada)
    DISIPLIN KEHIDUPAN PEMANGKU
    1. Menjaga kebersihan (lahiriah) dan kesucian diri (batiniah) dengan cara setiap pagi mapeningan.
    2. Berpakaian sesuai dengan sesana kepemangkuan
    3. Mempunyai perlengkapan pemujaan: sebuah dulang di atasnya ada: gentha, tempat dupa, pasepan, sangku, sesirat dari daun lalang, caratan tempat air bersih, botol tetabuhan, canting, dan bunga. Sebuah kekasang, dan sebuah ganitri.
    4. Aturan kecuntakaan bagi Pemangku:
    1. Tidak kena cuntaka karena orang lain
    2. Terkena cuntaka bila ada anggota keluarga yang serumah meninggal dunia
    3. Pemangku istri terkena cuntaka bila haid
    5. Bila kawin/ menikah harus masepuh (mawinten ulang) dengan tingkat ayaban yang sama seperti sebelumnya, bersama-sama istrinya.
    6. Pemangku yang dihukum karena tindak pidana (kriminal) diberhentikan sebagai pemangku oleh warganya.
    7. Jenazah Pemangku tidak boleh dipendem.
    8. Tidak cemer:
    • memikul, nyuun sesuatu yang tidak patut
    • nganggur di warung
    • metajen/ berjudi
    • mabuk-mabukan
    • melanggar Trikaya Parisuda
    • anayub cor
    • tidak minum/ makan di rumah orang yang kena cuntaka
    • mengusung mayat
    • di-”ungkulin” orang yang memikul mayat atau orang yang nyuun tirta pangentas
    • memikul bajak, menarik sapi, menginjak tahi sapi
    • membuang hajat di air
    • mewarih di abu/ api/ air
    • makan makanan yang tidak patut
    • tidur sekamar dengan istri yang haid
    SUMBER: INDIK KEPEMANGKUAN, TIM PENYUSUN BUKU-BUKU AGAMA HINDU PEMDA TK I BALI, 1991