Landasan
Dasar, Tata Cara, Persiapan dan Mantram kramaning sembah
OM Swastiastu,
Sembahyang atau sering juga disebut
muspa kramaning sembah merupakan jalan dan salah satu cara Memuja Tuhan
salah satu hakekat inti ajaran agama
Hindu (sanata dharma) adalah sembahyang. setiap orang yang mengaku beragama, ia
pasti melakukan sembahyang karena sembahyang menurut agama bersifat wajib
(harus). sembahyang intinya adalah iman atau percaya sehingga semua tingkah
laku atau perbuatan, pikiran dan ucapan sebagai perwujudan dalam bentuk
"bakti" hakekatnya sumber pada unsur iman (sradha).
menurut kitab Atharwa Weda XI.1.1,
unsur iman atau sradha dalam agama hindu meliputi : Satya, Rta, Tapa, Diksa,
Brahma dan Yadnya
dari keenam unsur srada tersebut,
dua ajaran trakhir termasuk ajaran sembahyang.
sembahyang terdiri dari dua suku
kata, yaitu:
- Sembah yang artinya "sujud atau sungkem" yang dilakukan dengan cara - cara tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau pikiran, baik dengan ucapan kata - kata maupun tanpa ucapan (pikiran atau perbuatan).
- Hyang artinya "yang dihormati atau dimuliakan" sebagai obyek pemujaan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang berhak menerima penghormatan menurut kepercayaan itu.
dalam kehidupan sehari - hari,
sembahyang kadang sering disebut "muspa, mebakti atau maturan".
- Muspa, karena dalam persembahyangan itu lazim dilakukan dengan jalan persembahan kembang, bunga (puspa).
- Mebakti, yang berasal dari kata bakti. dikatakan demikian karena inti sembahyang itu adalah untuk memperlihatkan rasa bakti atau hormat yang setulus - tulusnya, sebagai penyerahan diri kepada yang dihormati atau Tuhan YME.
- Maturan, artinya menyampaikan persembahan dengan mempersembahkan (menghaturkan) apa saja yang merupakan hasil karya sesuai menurut kemampuan dengan perasaan tulus iklas. intinya adalah perwujudan rasa bakti dan kerelaan untuk beryadnya.
Tata Cara dalam Persembahyangan
didalam Reg Weda IX. 113-4
menjelaskan bahwa hidup yang benar merupakan persiapan untuk melakukan
persembahyangan. yang diartikan hidup yang benar adalah:
- Suci Lahiriah,
- Suci Batiniah, dan
- Suci Laksana (hidup).
di dalam Yayur Weda 19.30 terdapat
juga uraian yang menjelaskan tahap - tahap tingkatan pencapaian realisasi dalam
bakti. adapun tahapan itu diantaranya:
- Wrata (brata),
- Diksa,
- Daksina,
- Sraddha, dan
- Satya
dalam rumusannya dikatakan bahwa
"dengan BRATA orang akan mencapai tingkat DIKSA
(orang suci). bila orang hidup dalam kesucian (diksa) maka ia akan
memperoleh DAKSINA (rahmat) atau pahala. dengan pahala yang diperoleh ia
akan mencapai SRADDHA (peningkatan iman) atau yakin, dan atas dasar
keyakinan itulah ia dapat mencapai SATYA atau Tuhan".
Ketika bersembahyang tidak meminta
sesuatu kepada-Nya, selain mengucapkan doa-doa seperti tersebut di atas.
Perhatikanlah makna Kekawin Arjuna Wiwaha sebagai berikut:
"Hana Mara Janma Tan Papihutang Brata Yoga Tapa Samadi
Angetekul Aminta Wirya Suka Ning Widhi Sahasaika, Binalikaken Purih Nika Lewih
Tinemuniya Lara, Sinakitaning Rajah Tamah Inandehaning Prihati".
Artinya:
Adalah orang yang tidak pernah
melaksanakan brata tapa yoga samadi, dengan lancang ia memohon kesenangan
kepada Widhi (dengan memaksa) maka ditolaklah harapannya itu sehingga akhirnya
ia menemui penderitaan dan kesedihan, disakiti oleh sifat-sifat rajah (angkara
murka/ ambisius) dan tamah (malas dan loba), ditindih oleh rasa sakit hati.
Itu berarti pula bahwa Hyang Widhi
mengasihi dan memberkati hamba-Nya yang melaksanakan brata tapa yogi samadi
terus menerus tanpa mengharap pahala.
Banyak macam sembahyang, ditinjau
dari kapan dilakukannya, dengan cara apa, dengan sarana apa dan di mana serta
dengan siapa melakukannya. Kemantapan hati dalam melakukan sembahyang, membantu
komunikasi yang lancar dan pemuasan rohani yang tiada terhingga. Kemantapan
hati itu hanya dapat kita peroleh apabila kita yakin bahwa cara sembahyang kita
memang benar adanya, tahu makna yang terkandung dari setiap langkah dan cara.
Berikut ini adalah pedoman
sembahyang yang telah ditetapkan oleh Mahasabha Parisada Hindu Dharma ke
VI.
Persiapan sembahyang
Persiapan sembahyang meliputi
persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang
baik, pengaturan nafas dan sikap tangan.
Termasuk dalam persiapan lahir pula
ialah sarana penunjang sembahyang seperti pakaian, bunga dan dupa sedangkan
persiapan batin ialah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah
persiapan dan sarana-sarana sembahyang adalah sebagai berikut:
Sarana Persembahyangan
Bunga dan kawangen
adalah lambang kesucian, karena itu
perlu diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika pada saat sembahyang
tidak ada kawangen, maka dapat diganti dengan bunga (kemabang). Bunga yang
tidak baik dipersembahkan menurut Agastya Parwa adalah:
"Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan
kepada Hyang Widhi, yaitu bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa
diguncanng, bunga yang berisi semut bunga yang layau atau yang lewat masa
mekarnya, bunga yang tumbuh dikuburan. Itulah bunga yang tidak patut
dipersembahkan oleh orang-orang baik"
Dupa
Apinya dupa adalah simbol Sang hyang
Agni, yaitu saksi dan pengantar sembah kita kepada Hyang Widhi, sehingga
disamping sarana-sarana lain dupa ini juga perlu di dalam sembahyang.
Tirtha
adalah air suci, yaitu air yang
telah disucikan dengan suatu cara tertentu dan disebut dengan Tirtha Wangsuh
Pada Hyang Widhi (Ida Betara). Tirtha dipercikan di kepala, diminum dan dipakai
mencuci muka. Hal ini dumaksudkan agar pikiran dan hati kita menjadi bersih dan
suci yaitu bebas dari segala kotoran , noda dan dosa, kecemaran dan sejenisnya.
Bija atau Wija
Adalah Lambang Kumara yaitu putra
atau bija Bhatara Siwa. Kumara ini adalah benih ke-Siwaan yang bersemayam di
dalam diri setiap orang. Dengan demikian "Mawija" (Mabija) mengandung
pengertian menumbuhkembangkan benih ke-Siwaan yang bersemayam didalam diri
kita. Benih itu akan bisa tumbuh dan berkembang apabila ditanam di tempat yang
bersih dan suci, maka itu pemasangan Bija(Wija) dilakukan setelah metirtha.
Urutan-urutan sembah
Urutan-urutan sembah baik pada waktu
sembahyang sendiri ataupun sembahyang bersama yang dipimpin oleh Sulinggih atau
seorang Pemangku adalah seperti berikut ini:
sebelum melaksanakan sembahyang,
lakukan dulu TriSandya
Setelah selesai memuja Trisandya
dilanjutkan Panca Sembah. Kalau tidak melakukan persembahyangan Trisandya
(mungkin tadi sudah di rumah) dan langsung memuja dengan Panca Sembah, maka
setelah membaca mantram untuk dupa langsung saja menyucikan bunga atau kawangen
yang akan dipakai muspa.
Ambil bunga atau kawangen itu
diangkat di hadapan dada dan ucapkan mantram ini:
Om Ang Ung Mang Puspa Danta Ya Namah
Swaha
Artinya:
Ya Tuhan, semoga bunga ini cemerlang
dan suci.
Urutan sembahyang ini sama saja,
baik dipimpin oleh pandita atau pemangku, maupun bersembahyang sendirian. Cuma,
jika dipimpin pandita yang sudah melakukan dwijati, ada kemungkinan mantramnya
lebih panjang. Kalau hafal bisa diikuti, tetapi kalau tidak hafal sebaiknya
lakukan mantram-mantram pendek sebagai berikut:
Sembah puyung (sembah dengan tangan
kosong)
Mantram:
Om atma tattvatma suddha mam svaha.
artinya:
Om atma, atmanya kenyataan ini,
bersihkanlah hamba.
Menyembah Sanghyang Widhi sebagai
Sang Hyang Aditya
Sarana bunga
Mantram:
Om Aditisyaparamjyoti,
rakta teja namo'stute,
sveta pankaja madhyastha,
bhaskaraya namo'stute
Om hrang hring sah parama siwa raditya ya namo namah
Artinya:
Om, sinar surya yang maha hebat,
Engkau bersinar merah,
hormat padaMu,
Engkau yang berada di tengah-tengah
teratai putih,
Hormat padaMu pembuat sinar.
Menyembah Tuhan sebagai Ista Dewata
pada hari dan tempat persembahyangan
Sarana kawangen Ista Dewata artinya
Dewata yang diingini hadirnya pada waktu pemuja memuja-Nya. Ista Dewata adalah
perwujudan Tuhan dalam berbagai-bagai wujud-Nya seperti Brahma, Visnu, Isvara,
Saraswati, Gana, dan sebagainya. Karena itu mantramnya bermacam-macam sesuai
dengan Dewata yang dipuja pada hari dan tempat itu. Misalnya pada hari
Saraswati yang dipuja ialah Dewi Saraswati dengan Saraswati Stawa. Pada hari
lain dipuja Dewata yang lain dengan stawa-stawa yang lain pula.
Pada persembahyangan umum seperti
pada persembahyangan hari Purnama dan Tilem, Dewata yang dipuja adalah Sang
Hyang Siwa yang berada dimana-mana. Stawanya sebagai berikut:
Mantra
Om nama deva adhisthannaya,
sarva vyapi vai sivaya,
padmasana ekapratisthaya,
ardhanaresvaryai namo namah
Om hrang hring sah parama siwa aditya ya namah swaha.
Artinya:
Om, kepada Dewa yang bersemayam pada
tempat yang inggi,
kepada Siwa yang sesungguhnyalah
berada dimana-mana,
kepada Dewa yang yang bersemayam
pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat,
kepada Adhanaresvari, hamba
menghormat
Menyembah Tuhan sebagai Pemberi
Anugrah
Sarana bunga
Mantra
Om anugraha manohara,
devadattanugrahaka,
arcanam sarvapujanam
namah sarvanugrahaka.
Deva devi mahasiddhi,
yajnanga nirmalatmaka,
laksmi siddhisca dirghayuh,
nirvighna sukha vrddhisca
Artinya:
Om, Engkau yang menarik hati,
pemberi anugerah,
anugerah pemberian dewa, pujaan
semua pujaan,
hormat pada-Mu pemberi semua
anugerah.
Kemahasidian Dewa dan Dewi, berwujud
yadnya, pribadi suci,
kebahagiaan, kesempurnaan, panjang
umur,
bebas dari rintangan, kegem- biraan
dan kemajuan
Sembah puyung (Sembah dengan tangan
kosong)
Mantram:
Om ayu werdi yasa werdi,
werdi pradnyan suka sriam,
dharma santana werdisyat santute
sapta werdayah,
Om dirgayuastu tatastu astu,
Om awignamastu tatastu astu,
Om subhamastu tatastu astu,
Om sukham bawantu,
Om sriam bawantu,
Om purnam bawantu,
Om ksama sampurna ya namah,
Om hrang hring sah sarwa nugraha ya
namah swaha
Om deva suksma paramacintyaya nama svaha
artinya:
Om, Semoga Hyang Widhi melimpahkan
kebaikan, umur panjang, kepandaian, kesenangan, kebahagiaan, jalan menuju
dharma dan perolehan keturunan, semuanya adalah tujuh pertambahan.
hormat pada Dewa yang tak
terpikirkan yang maha tinggi yang gaib.
Setelah persembahyangan selesai
dilanjutkan dengan mohon tirtaAmrta (ambrosia) dan bija.
pelaksanaan pemberian tirtha amrta
inipun memenuhi acara tersendiri, demikian menurut manusmrti dinyatakan:
percikan tiga sampai tujuh kali ke
ubun - ubun.
Mantram:
Om Buddha Mahapawitra ya namah
Om Dharma Mahatirtha ya namah
Om Sanggya Mahatoya ya namah
minum tiga kali
Mantram:
Om Brahma Pawaka
Om Wisnu Amrta
Om Iswara Jnana
meraup tiga kali
Mantram:
Om siwa sampurna ya namah
Om sadasiwa paripurna ya namah
Om paramasiwa suksma ya namah
semua acara dapat dan umumnya
disempurnakan dengan basma dan menerima wija (bija). yang dilaksanakan dengan
mantra:
Om kung kumara wijaya om phat
berikut ini mantra untuk ista dewata
Untuk memuja di Pura atau tempat
suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan
tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah
mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang ditujukan kepada
Istadewata. Berikut ini contohnya:
Untuk memuja di Padmasana, Sanggar
Tawang, dapat digunakan salah satu contoh dari dua mantram di bawah ini:
Om, Akasam Nirmalam Sunyam
Guru Dewa Bhyomantaram
Ciwa Nirwana Wiryanam
Rekha Omkara Wijayam
Artinya:
YaTuhan, penguasa angkasa raya yang
suci dan hening. Guru rohani yang suci berstana di angkasa raya. Siwa yang
agung penguasa nirwana sebagai Omkara yang senantiasa jaya, hamba memujaMu.
Om Nama Dewa Adhisthanaya
Sarva Wyapi Vai Siwaya
Padmasana Ekapratisthaya
Ardhanareswaryai Namo’namah
Artinya:
Ya Tuhan, kepada Dewa yang
bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada di
mana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai
satu tempat, kepada Ardhanaresvarì, hamba memujaMu.
Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika
memuja di Pura Desa, digunakan mantram sebagai berikut:
Om Isanah Sarwa Widyanam
Iswarah Sarwa Bhutanam
Brahmano’ Dhipatir Brahma
Sivo Astu Sadasiwa
Artinya:
Ya Tuhan, Hyang Tunggal Yang Maha
Sadar, selaku Yang Maha Kuasa menguasai semua makhluk hidup. Brahma Maha
Tinggi, selaku Siwa dan Sadasiwa.
Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika
memuja di Pura Puseh, mantramnya begini:
Om, Girimurti Mahawiryam
Mahadewa Pratistha Linggam
Sarwadewa Pranamyanam
Sarwa Jagat Pratisthanam
Artinya:
Ya Tuhan, selaku Girimurti Yang Maha
Agung, dengan lingga yang jadi stana Mahadewa, semua dewa-dewa tunduk padaMu.
Untuk memuja di Pura Dalem, masih
dalam Kahyangan Tiga:
Om, Catur Diwja Mahasakti
Catur Asrame Bhattari
Siwa Jagatpati Dewi
Durga Sarira Dewi
Artinya:
Ya Tuhan, saktiMu berwujud Catur
Dewi, yang dipuja oleh catur asrama, sakti dari Ciwa, Raja Semesta Alam, dalam
wujud Dewi Durga. Ya, Catur Dewi, hamba menyembah ke bawah kakiMu, bebaskan
hamba dari segala bencana.
Untuk bersembahyang di Pura
Prajapati, mantramnya:
Om Brahma Prajapatih Sresthah
Swayambhur Warado Guruh
Padmayonis Catur Waktro
Brahma Sakalam Ucyate
Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai
Brahma Prajapati, pencipta semua makhluk, maha mulia, yang menjadikan diriNya
sendiri, pemberi anugerah mahaguru, lahir dari bunga teratai, memiliki empat
wajah dalam satu badan, maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma Maha Agung.
Untuk di Pura Pemerajan/Kamimitan
(rong tiga), paibon, dadia atau padharman, mantramnya:
Om Brahma Wisnu Iswara Dewam
Tripurusa Suddhatmakam
Tridewa Trimurti Lokam
Sarwa Wighna Winasanam
Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu
sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Dewa Tripurusa MahaSuci, Tridewa adalah
Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana.
Untuk di Pura Segara atau di tepi
pantai, mantramnya:
Om Nagendra Krura Murtinam
Gajendra Matsya Waktranam
Baruna Dewa Masariram
Sarwa Jagat Suddhatmakam
Artinya:
Ya Tuhan, wujudMu menakutkan sebagai
raja para naga, raja gagah yang bermoncong ikan, Engkau adalah Dewa Baruna yang
maha suci, meresapi dunia dengan kesucian jiwa, hamba memujaMu.
Untuk di Pura Batur, Ulunsui,
Ulundanu, mantramnya:
Om Sridhana Dewika Ramya
Sarwa Rupawati Tatha
Sarwa Jñana Maniscaiwa
Sri Sridewi Namo’stute
Artinya:
Ya Tuhan, Engkau hamba puja sebagai
Dewi Sri yang maha cantik, dewi dari kekayaan yang memiliki segala keindahan.
la adalah benih yang maha mengetahui. Ya Tuhan Maha Agung Dewi Sri, hamba
memujaMu.
Untuk bersembahyang pada hari
Saraswati, atau tatkala memuja Hyang Saraswati. Mantramnya:
Om Saraswati Namas Tubhyam
Warade Kama Rupini
Siddharambham Karisyami
Siddhir Bhawantu Me Sada
Artinya:
Ya Tuhan dalam wujud-Mu sebagai Dewi
Saraswati, pemberi berkah, terwujud dalam bentuk yang sangat didambakan.
Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu sukses atas waranugraha-Mu.
Untuk bersembahyang di pemujaan para
Rsi Agung seperti Danghyang Dwijendra, Danghyang Astapaka, Mpu Agnijaya, Mpu
Semeru, Mpu Kuturan dan lainnya, gunakan mantram ini:
Om Dwijendra Purvanam Siwam
Brahmanam Purwatisthanam
Sarwa Dewa Ma Sariram
Surya Nisakaram Dewam
Artinya:
Ya, Tuhan dalam wujudMu sebagai
Siwa, raja dari sekalian pandita, la adalah Brahma, berdiri tegak paling depan,
la yang menyatu dalam semua dewata. la yang meliputi dan memenuhi matahari dan
bulan, kami memuja Siwa para pandita agung.
Demikianlah beberapa mantram yang
dipakai untuk bersembahyang pada tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mantram
ini menggantikan “mantram umum” pada saat menyembah kepada Istadewata, yakni
sembahyang urutan ketiga pada Panca Sembah.
Terakhir, ini sembahyang ke hadapan
Hyang Ganapati (Ganesha), namun dalam kaitan upacara mecaru (rsigana), atau
memuja di Sanggah Natah atau Tunggun Karang, tak ada kaitannya dengan Panca
Sembah:
Om Ganapati Rsi Putram
Bhuktyantu Weda Tarpanam
Bhuktyantau Jagat Trilokam
Suddha Purna Saririnam
Demikianlah mantram untuk
Istadewata.
Suksma,
OM Shanti, Shanti, Shanti OM