Dewa, Bhatara dan Awatara Dalam
Hindu
Di
dalam agama Hindu kita mengenal yang namanya Dewa, Bhatara dan
Awatara. Berikut adalah penjelasannya.
Pengertian Deva, Bhatara dan Awatara
Dewa
Deva adalah sinar suci Brahman atau Sang Hyang Widhi yang
mempunyai tugas berbeda-beda. Kata Deva itu sendiri berasal dari bahasa
Sanskerta div yang artinya sinar. Sesuai dengan artinya, fungsi Deva adalah
untuk menyinari, menerangi alam semesta agar selalu terang dan terlindungi.
Dalam Agama Hindu dikenal banyak Deva dengan berbagai fungsinya, antara lain:
- Deva Indera adalah deva yang menguasai ilmu perang sehingga dikenal sebagai Deva perang;
- Deva Brahma adalah deva pencipta alam semesta beserta isinya;
- Deva Wisnu sebagai deva pemelihara dunia beserta isinya;
- Deva Siwa sebagai deva pemeralina yang mengembalikan dunia kembali ke asalnya;
- Deva Baruna sebagai deva penguasa laut;
- Devi Saraswati sebagai deva penguasa ilmu pengetahuan;
- Deva Ganeca sebagai deva kecerdasan dan penyelamat umat manusia;
- Devi Sri sebagai deva kemakmuran; dan
- Deva Sangkara sebagai deva penguasa tumbuh-tumbuhan.
Bhatara
Kata Bhatara berasal dari kata bhatr yang berarti kekuatan
Brahman, Sang Hyang Widhi yang juga mempunyai fungsi sebagai pelindung umat
manusia dan dunia dengan segala isinya. Dalam Agama Hindu dikenal ada banyak
Bhatara, antara lain:
- Bhatara Bayu yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan udara atau angin.
- Bhatara Indra yang mempunyai kekuatan untuk mengadakan hujan.
- Bhatara Agni yang mempunyai kekuatan untuk menjadikan api yang panas.
- Bhatara Basuki yang mempunyai kekuatan untuk menciptakan kesuburan.
- Bhatara Anantaboga yang mempunyai kekuatan untuk menstabilkan bumi.
Awatara
Kata Avatara berarti kelahiran Brahman. Dalam hal ini,
Brahman melahirkan diri-Nya sendiri dengan wujud yang sesuai dengan
kehendak-Nya untuk menyelamatkan umat manusia dan dunia beserta isinya dari
ancaman kejahatan yang sudah merajalela.
Umat Hindu percaya bahwa kehidupan umat manusia dan bumi
beserta isinya tidak kekal dan berada dalam siklus perubahan abadi yang bisa
baik dan juga bisa buruk. Dalam perjalanan kehidupan umat manusia tidak dapat
lepas dari siklus perubahan.Terkadang pengaruh buruk yang menguasai alam
semesta dan di lain waktu pengaruh baik yang mempengaruhi.
Manakala dunia beserta isinya berada dalam ancaman pengaruh
buruk sifat manusia, yang ditandai dengan kejahatan merajalela, wanita tidak
lagi diberikan kemuliaan dan penghormatan, perang terjadi di mana-mana, maka
Brahman atau Sang Hyang Widhi turun ke dunia dengan mengambil wujud sesuai dengan
keadaan zaman. Tujuannya untuk menyelamatkan umat manusia, alam semesta beserta
isinya dari kehancuran.
Dengan demikian, Avatara merupakan penjelmaan Brahman dengan
mengambil wujud tertentu dengan tujuan untuk menyelamatkan umat manusia dan
dunia beserta isinya. Menurut Purana (bagian dari pada Veda), dikenal ada 10 Awatara Dalam
Agama Hindu yang turun ke dunia untuk tujuan menyelamatkan umat
manusia, alam semesta, dan segala isinya dari kehancuran.
Hubungan Deva,
Bhatara, Avatara
Sebagai
manifestasi, Deva Wisnu yang turun ke dunia antara Deva, Bhatara, dan Avatara
mempunyai masing-masing hubungan, yaitu:
- Semuanya bersumber dari Brahman/Sang Hyang Widhi,
- Masing-masing mempunyai fungsi dan tugas menyelamatkan dunia dari adharma,
- Masing-masing mempunyai sifat yang sama dengan Brahman
- Deva, Bhatara, dan Avatara adalah maha pemurah terhadap makhluk hidup.
Perbedaan Deva,
Bhatara, dan Avatara
- Deva berasal dari kata Div yang berarti sinar. Jadi, Dewa memiliki arti atau makna sinar yang menunjukkan sebagai sinar sucinya Tuhan Yang Maha Esa.
- Bhatara berasal dari bahasa Sanskerta dari akar kata Bhatr, yang artinya Kekuatan/Pelindung. Jadi Bhatara adalah yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas kesucian dirinya sehingga mampu menjadi Manawa ke Madawa atau setingkat Bhatara yang dapat melindungi kesejahteraan umat manusia.
- Avatara adalah turunnya kekuatan Sang Hyang Widhi ke dunia dengan mengambil suatu bentuk tertentu untuk menyelamatkan dunia beserta isinya dari kehancuran yang disebabkan oleh sifat-sifat Adharma.
Sloka yang
Mendukung Keberadaan Deva, Bhatara dan Avatara
- Bhagavadgita IV. 5
Banyak
kelahiran yang telah Aku jalani di masa lalu, demikian juga engkau wahai
Arjuna, semuanya itu Aku mengetahuinya, tetapi engkau tidak wahai Parantapa
(Arjuna)
2.
Bhagavadgita IV. 6
Walaupun Aku
tak terlahirkan, abadi, dan menguasai segala makhluk, namun dengan menundukkan
kekuatan Ku sendiri, Aku bisa mewujudkan diriku melalui kekuatan maya Ku
1. Awatara, Dewa, dan Bhatara sama sama bersumber dari Sang Hyang Widhi.
2. Awatara, Dewa dan Bhatara merupakan bentuk atau wujud dari Sang Hyang Widhi.
3. Awatara, Dewa, dan Bhatara sama sama memiliki sifat yang sepadan dengan Sang Hyang Widhi.
4. Awatara, Dewa, dan Bhatara memiliki fungsi yang sama dalam melindungi dan menegakkan Dharma dengan kekuatan Sang Hyang Widhi.
5. Awatara, Dewa, dan Bhatara maha kasih, maha pemurah dan maha penyayang terhadap makhluk hidup (manusia) yang merupakan repleksi pancaran Sang Hyang Widhi.
3.
Bhagavadgita IV. 8
Demi untuk melindungi orang-orang suci, serta untuk
memusnahkan orang-orang jahat, dan demi untuk menegakkan dharma.
1. Awatara adalah perwujudan Sang Hyang Widhi yang diinginkan pada saat itu turun ke dunia menyelamatkan Dharma dari Adharma
2. Dewa adalah sinar suci atau maniferstasi Sang Hyang Widhi untuk menuntun ciptaannya.
3. Bhatara adalah Kekuatan / prabhawa dari Sang Hyang Widhi untuk memberikan perlindungan kepada ciptaan-Nya.
Jadi Perbedaan itu adalah :
1. Awatara adalah perwujudan Sang Hyang Widhi yang diinginkan pada saat itu turun ke dunia menyelamatkan Dharma dari Adharma
2. Dewa adalah sinar suci atau maniferstasi Sang Hyang Widhi untuk menuntun ciptaannya.
3. Bhatara adalah Kekuatan / prabhawa dari Sang Hyang Widhi untuk memberikan perlindungan kepada ciptaan-Nya.
Perbedaan tersebut terdapat di dalam
Mantram Sruti Stawa, 360.1 menyebutkan :
" Om Isanah Sarvavidyanam,
Isvarah Sarva Bhutanam,
Brahmano Dhipatir Brahma,
Sivo Astu Sada Siva"
Isvarah Sarva Bhutanam,
Brahmano Dhipatir Brahma,
Sivo Astu Sada Siva"
Artinya:
Om Hyang Widhi dalam
wujud-Mu sebagai Isana, dewa seluruh kebijaksanaan, Brahma yang mengatur semua
makhluk hidup, Brahma Maha Tinggi, Semoga engkau menganugrahkan kebahagiaan. Om
Siwa yang abadi.
Persamaan :
1. Awatara, Dewa, dan Bhatara sama sama bersumber dari Sang Hyang Widhi.
2. Awatara, Dewa dan Bhatara merupakan bentuk atau wujud dari Sang Hyang Widhi.
3. Awatara, Dewa, dan Bhatara sama sama memiliki sifat yang sepadan dengan Sang Hyang Widhi.
4. Awatara, Dewa, dan Bhatara memiliki fungsi yang sama dalam melindungi dan menegakkan Dharma dengan kekuatan Sang Hyang Widhi.
5. Awatara, Dewa, dan Bhatara maha kasih, maha pemurah dan maha penyayang terhadap makhluk hidup (manusia) yang merupakan repleksi pancaran Sang Hyang Widhi.
Melalui pemahaman Brahma Widya yaitu ilmu tentang
Tuhan dapat diketahui perihal beberapa definisi, di dalam kitab Brahma Sutra
I.1.2 misalnya, dengan singkat namun jelas didefinisikan tentang Tuhan itu
yaitu : Janmadhyasya yatah, bahwa Tuhan itu adalah dari mana mula (asal) semua
ini. Dari bahasa yang lebih sering kita dengar Tuhan itu tidak lain dari Sang
Sangkan Paraning Dumadi – beliau yang menyebabkan segala yang ada dan lahir
menjelma. Itu artinya Tuhan adalah pencipta segala yang ada bahkan yang akan
ada, termasuk mengembalikan ke alam-Nya kelak.
Tentang Dewa, menurut kitab Regveda X/129 dijelaskan bahwa Dewa itu diciptakan oleh Tuhan setelah menjadikan semua alam semesta beserta isinya. Jadi Dewa itu bukan Tuhan karena Dewa diciptakan oleh Tuhan itu sendiri. Dewa dijadikan atau diciptakan dari “sinar” (dev) dan karenanya menurut sifatnya makhluk Tuhan itu disebut Dewa. Dalam bahasa upadesa, Dewa itu adalah perwujudan sinar suci Hyang Widhi yang memberikan kekuatan suci guna kesempurnaan makhluk-makhluk. Pendeknya, Dewa itu bukan Tuhan dan Tuhan itu pun bukan Dewa. Tuhan adalah pencipta segenap makhluk dan Dewa itu sendiri termasuk salah satu ciptaan-Nya, tentunya dengan status/kedudukan tertinggi di antara semua ciptaan-Nya.
Mengenai istilah Bhatara pada hakikatnya terlahir dari sebuah proses penyucian arwah leluhur melalui rangkaian upacara Pitra Yajna. Bermula dari istilah Preta yaitu arwah orang yang baru meninggal dan belum di aben sehingga perwujudannya disebut Bhutacuil dan dianggap masih berada di Bhuta Loka. Setelah di aben preta berubah sebutan menjadi Pitara yang berkeadaan suci dan berada di Bhuwah Loka (alam Pitara). Selanjutnya jika sudah melalui upacara “Mamukur” yaitu upacara peningkatan kesucian arwah, sang Pitara akan menuju ke alam Swah Loka (alam Dewa) dan disebut Bhatara yang setingkat Dewa-dewa. Tapi Bhatara tetaplah Bhatara dan bukan Dewa. Hanya saja karena berfungsi sebagai pembimbing dan pelindung acapkali kedudukan Dewa dan Bhatara dipandang sama.
Tentang Dewa, menurut kitab Regveda X/129 dijelaskan bahwa Dewa itu diciptakan oleh Tuhan setelah menjadikan semua alam semesta beserta isinya. Jadi Dewa itu bukan Tuhan karena Dewa diciptakan oleh Tuhan itu sendiri. Dewa dijadikan atau diciptakan dari “sinar” (dev) dan karenanya menurut sifatnya makhluk Tuhan itu disebut Dewa. Dalam bahasa upadesa, Dewa itu adalah perwujudan sinar suci Hyang Widhi yang memberikan kekuatan suci guna kesempurnaan makhluk-makhluk. Pendeknya, Dewa itu bukan Tuhan dan Tuhan itu pun bukan Dewa. Tuhan adalah pencipta segenap makhluk dan Dewa itu sendiri termasuk salah satu ciptaan-Nya, tentunya dengan status/kedudukan tertinggi di antara semua ciptaan-Nya.
Mengenai istilah Bhatara pada hakikatnya terlahir dari sebuah proses penyucian arwah leluhur melalui rangkaian upacara Pitra Yajna. Bermula dari istilah Preta yaitu arwah orang yang baru meninggal dan belum di aben sehingga perwujudannya disebut Bhutacuil dan dianggap masih berada di Bhuta Loka. Setelah di aben preta berubah sebutan menjadi Pitara yang berkeadaan suci dan berada di Bhuwah Loka (alam Pitara). Selanjutnya jika sudah melalui upacara “Mamukur” yaitu upacara peningkatan kesucian arwah, sang Pitara akan menuju ke alam Swah Loka (alam Dewa) dan disebut Bhatara yang setingkat Dewa-dewa. Tapi Bhatara tetaplah Bhatara dan bukan Dewa. Hanya saja karena berfungsi sebagai pembimbing dan pelindung acapkali kedudukan Dewa dan Bhatara dipandang sama.
Itu pula sebabnya istilah
Dewa dan Bhatara dalam penggunaannya sering disamakan. Maka muncullah istilah
padanya seperti : Dewa/Bhatara Brahma, Dewa/Bhatara Wisnu, Dewa/Bhatara Siwa,
termasuk Dewa Nawa Sanga (Dewa menurut pengider-ideran) yang juga dipersamakan
penyebutannya dengan Bhatara Nawa Sanga. Bahkan tidak jarang untuk menyebut
Hyang Widhi pun pada kalangan masyarakat kebanyakan, hanya menyebutnya dengan
nama Dewa Ratu/Ratu Bhatara.
Terakhir, definisi Bhatara Kawitan yang dimaksud tidak lain dari arwah suci leluhur kita masing-masing yang mempunyai ikatan genealogis langsung. Termasuk bapak ibu, saudara serta kerabat dari garis “purusa” yang sudah tiada dan sudah di aben serta “mamukur”. Sehingga layak dilinggihkan di “Kamulan” untuk disembah sebagai Bhatara-Bhatari Kawitan.
Terakhir, definisi Bhatara Kawitan yang dimaksud tidak lain dari arwah suci leluhur kita masing-masing yang mempunyai ikatan genealogis langsung. Termasuk bapak ibu, saudara serta kerabat dari garis “purusa” yang sudah tiada dan sudah di aben serta “mamukur”. Sehingga layak dilinggihkan di “Kamulan” untuk disembah sebagai Bhatara-Bhatari Kawitan.
No comments:
Post a Comment